ABSTRAKSI
Metode bisnis elektronik
memungkinkan perusahaan untuk menghubungkan data internal dan eksternal sistem
pemrosesan lebih efisien dan fleksibel, untuk bekerja lebih erat dengan pemasok
dan mitra, dan untuk lebih memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan mereka.
E-Business memungkinkan suatu perusahaan untuk berhubungan dengan sistem
pemrosesan data internal dan eksternal mereka secara lebih efisien dan
fleksibel. E-Business juga banyak dipakai untuk berhubungan dengan suplier dan
mitra bisnis perusahaan, serta memenuhi permintaan dan melayani kepuasan
pelanggan secara lebih baik. Pendapatan rata-rata dari bisnis internet yang
cukup tinggi membuat internet suatu pasar yang sangat menarik. Pengembangan
e-business di Indonesia dapat menjadi solusi yang tepat untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Fenomena E-Business tidak dapat disangkal telah menjadi trend yang mewarnai
aktivitas bisnis di negara-negara maju maupun berkembang. Konsep baru yang
berkembang karena kemajuan teknologi informasi dan berbagai paradigma
bisnis baru ini dianggap sebagai kunci sukses perusahaan-perusahaan di era
informasi dan di masa-masa mendatang. Secara ringkas, Mohan Sawhney
mendefinisikan E-Business sebagai: “The use of electronic networks and
associated technologies to enable, improve, enhance, transform, or invent a
business process or business system to create superior value for current or
potential customers”.
Secara
prinsip definisi tersebut jelas memperlihatkan bagaimana teknologi elektronik
dan digital berfungsi sebagai medium tercapainya proses dan sistem bisnis
(pertukaran barang atau jasa) yang jauh lebih baik dibandingkan dengan
cara-cara konvensional, terutama dilihat dari manfaat yang dapat dirasakan oleh
mereka yang berkepentingan (stakeholders).
Dengan
meningkatnya pengembangan teknologi dan tuntutan bisnis yang kian hari harus
efisien dan dimana peluang komunikasi elektronik banyak terbuka lebar maka
semakin banyak perusahaan yang menggunakan teknologi informasi di dalam
perusahaannya. Baik sebagai produk IT, instrument manajemen, maupun cara
berbisnis.
Sejak
ditemukannya World Wide Web dimulailah perkembangan yang signifikan bagi
perkembangan bisnis di seluruh dunia. Banyak output yang terjadi akibat
penemuan World Wide Web, antara lain menyebabkan pemakaian internet yang kian
meningkat secara eksponensial dan kini dapat diakses lewat telepon dan
televisi. Dengan adanya internet maka terciptalah dunia maya dimana orang dapat
membeli menjual barang sekaligus menciptakan pasar tersendiri. Dunia virtual
menyebabkan biaya produksi menurun sehingga barang dan jasa dapat diperoleh
secara lebih murah dari sebelumnya. Mekanisme pasar virtual ada gilirannya
menciptakan mekanisme bisnis tersendiri yaitu isu keamanan data dan informasi
(security and trust), penanganan informasi yang efisien (efficient information
handling) dan system pembayaran secara elektronik, di samping isu-isu lain
seperti munculnya komunitas virtual dan institusi yang melayani layanan bisnis
dan komunikasi secara elektronik, yang kian hari juga kian banyak sejalan
dengan meningkatnya bisnis secara eletronik dan kesempatan membeli secara
elektronik.
E-Business
memungkinkan suatu perusahaan untuk berhubungan dengan sistem pemrosesan data
internal dan eksternal mereka secara lebih efisien dan fleksibel. E-Business
juga banyak dipakai untuk berhubungan dengan suplier dan mitra bisnis
perusahaan, serta memenuhi permintaan dan melayani kepuasan
pelanggan secara lebih baik.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Definisi E-Business
E-Business
adalah penggunaan Teknologi Informasi untuk memudahkan proses bisnis, melakukan
ecommerce, dan menyediakan kerja sama dan komunikasi perusahaan pendukung.
Utilisasi informasi dan teknologi komunikasi untuk mendukung semua aktifitas
bisnis
a.
Meliputi segalanya- marketing, advertising, after-sales
b.
Pada umumnya berhubungan dengan web-based systems
E-Business
– Elektronik Bisnis berasal dari seperti terminologi e-mail dan e-commerce,
adalah melakukan bisnis pada Internet. Ini merupakan suatu istilah yang lebih
umum dibanding e-commerce, mengacu pada tidak hanya pembelian dan penjualan
tetapi juga pelayanan pelanggan dan bekerja sama dengan mitra bisnis.
2.2.
Faktor-Faktor Penggerak e-Business
Jika
dikaji secara sungguh-sungguh perkembangan dari implementasi konsep dasar
e-Business di sebuah industri atau negara sangat ditentukan oleh desakan faktor
dari luar (external driving forces). Paling tidak ada empat faktor desakan yang
saling berkonvergensi satu dengan lainnya yang secara signifikan akan
menentukan percepatan implementasi konsep e-Business, yaitu masing-masing:
Customer
expectations,
Competitve
imperatives,
Deregulation,
dan
Technology
1.
Customer Expectations
Paradigma
baru menekankan pentingnya pelanggan ditempatkan sebagai titik awal atau acuan
dari penyusunan konsep bisnis sebuah perusahaan. Dewasa ini seorang pelanggan
tidak cukup dapat dipuaskan dengan baiknya kualitas sebuah produk yang
ditawarkan. Pelanggan bersangkutan mengharapkan adanya pelayanan pra dan pasca
jual yang baik.
2.
Competitive Imperative
Globalisasi
telah membentuk sebuah arena persaingan dunia usaha yang sangat ketat. Hampir
semua perusahaan di dunia dapat melakukan kompetisi secara terbuka di
lingkungan pasar bebas. Tentu saja hal ini menimbulkan dampak yang sangat besar
bagi keberadaan sebuah perusahaan. Pelanggan akan dengan mudahnya
membandingbandingkan kualitas produk dan pelayanan antar perusahaan dari hari
ke hari. Dengan prinsip selalu mencari yang murah, lebih baik, dan lebih cepat,
maka secara tidak langsung perusahaan dipaksa untuk menyusun dan mengembangkan
sebuah model dan strategi bisnis yang tepat.
3.
Deregulation
Harus
diakui pula bahwa secara makro deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun
negara-negara lain (disamping keberadaan lembaga-lembaga dan komunitas dunia
semacam WTO, APEC, AFTA, dan lain-lain) telah turut mewarnai bentuk dunia usaha
di masa mendatang, terutama yang berkaitan dengan konsep perdagangan bebas
antar negara dan industri. Ditiadakannya pajak masuk produk-produk impor,
dibebaskannya kuota ekspor produk, disatukannya berbagai mata uang asing
(single currency), dialirkannya informasi secara bebas, tentu saja telah
memaksa lingkungan dunia usaha menjadi lebih efisien dari masa ke masa.
4.
Teknologi
Faktor
terakhir dan menentukan dalam mengimplementasikan konsep e-Business adalah
kemajuan teknologi informasi, yang didominasi oleh percepatan perkembangan
teknologi komputer dan telekomunikasi. Fungsi dari teknologi informasi tidak
hanya kritikal bagi perkembangan e-Business (enabling function) tetapi justru
telah menjadi penggerak dari dimungkinkannya pengembangan modelmodel bisnis
baru yang tidak terpikirkan sebelumnya. Dengan e-business aliran informasi dari
perusahaan ke pelanggan, pemasok, pemerintah, pemilik modal dan masyarakat
haruslah dikelola dengan baik. Pengelolaan informasi pada perusahaan tergantung
pada strategi yang diterapkan dan dukungan eksekutif, manajer dan karyawan.
Dengan dukungan sarana dan prasarana maka diharapkan aliran informasi
perusahaan akan cepat, tepat dan akurat, dengan demikian perusahaan akan dapat
mempertahankan hidupnya, memperoleh keuntungan dan dapat berkompetisi dengan
sehat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Prospek E-Business di Indonesia
Menurut
data the Economist Intelligence Unit (2007), Indonesia menempati peringkat ke
67 dari 69 negara yang dianalisis untuk kesiapan menerapkan e-bisnis dan
implementasi digital lainnya, Kriteria yang diteliti adalah : adopsi
konsumen dan bisnis, konektivitas dan infrastruktur teknologi, lingkungan
bisnis, lingkungan sosial dan budaya, kebijakan pemerintah dan visi, dan hukum
dan lingkungan kebijakan. Namun demikian pemaparan lain dari Wijaya (2010)6
memberikan informasi yang lain, yaitu Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) telah memperhitungkan pengguna internet di Indonesia pada akhir tahun
2001 mencapai 4,2 juta orang. Meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan
dengan angka pada akhir tahun 2000 sebesar 1,9 juta orang. Sedangkan
berdasarkan data yang diberikan oleh internetworldstats, penduduk Indonesia
yang menggunakan Internet berjumlah 25.000.000 pada tahun 2008, atau meningkat
sebesar 1.150 % dari tahun 2000 yang hanya berkisar 2.000.000 saja.
Indonesia
merupakan negara peringkat ke-5 pengguna internet di Asia. Wijaya (2010)
berpendapat fakta diatas dapat menjadi solusi yang tepat untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan e-business di Indonesia. Namun
demikian juga banyak hal yang harus dipertimbangkan yaitu faktor-faktor eksternal
dan faktor internal. Menurut Wijaya (2010) untuk mendefinisikan strategi dan
kebijakan pengembangan e-business di Indonesia terlebih dahulu harus
mendefinisikan dan menyesuaikan dengan obyektif yang sesuai dengan kondisi
Indonesia, yaitu:
1)
Mempercepat pertumbuhan ekonomi bangsa melalui e-business yang berfungsi
sebagai stimulus dan enabler pertumbuhan.
2)
Memperluas pangsa pasar potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dari
tingkat nasional sampai internasional.
3)
Meningkatkan nilai kompetitif produk yang dihasilkan anak bangsa dengan
memotong atau bahkan menghilangkan jalur distribusi pemasaran sehingga produk
menjadi lebih murah dan lebih memberikan keuntungan.
4)
Memeratakan perkembangan/ pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan fasilitator
teknologi informasi.
Dari
segi prospek e-bisnis maka menurut Eko Indrajit dalam Sugi (2010) nampaknya
perkembangan pemakaian alat-alat elektronik dan digital sebagai medium
komunikasi dan relasi bisnis (digital relationship) jauh lebih cepat dibandingkan
dengan penggunaan cara yang sama untuk melakukan perdagangan atau transaksi
jual beli (eCommerce). Berdasarkan fenomena ini, prospek atau peluang bisnis
nampak bagi perusahaan-perusahaan yang dapat membantu manajemen perusahaan
dalam mengimplementasikan berbagai jenis komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi
digital yang terjadi pada backoffice. Sebutlah misalnya konsep backoffice
semacam e-Procurement, e-Supply Chain, ERP, dan lain sebagainya yang pada
prinsipnya dipergunakan perusahaan untuk meningkatkan kualitas komunikasi
antara divisi maupun antara perusahaan dengan mitra bisnisnya. Kecenderungan
meningkatnya jenis ebisnis ini didasarkan pada suatu riset yang mengatakan
bahwa ternyata kurang lebih 40% dari biaya total perusahaan habis dialokasikan
untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas informasi secara
konvensional.
Kemudian
dari segi implementasi e-bisnis Eko Indrajit dalam Sugi (2010) berpendapat
e-bisnis di Indonesia memperlihatkan bahwa tantangan implementasi konsep baru ini
lebih dikarenakan alasan-alasan sosiologis dibandingkan dengan aspek
teknologinya. Artinya, faktor-faktor budaya, pendidikan, sosial, dan perilaku
memegang peranan penting yang menentukan sukses tidaknya sosialisasi penggunaan
teknologi informasi di dalam perusahaan. Dengan berpegang pada prinsip “old
habit is hard to die” dan “people are hard to change”, maka aspek manajemen
perubahan (change management) harus benar-benar diperhatikan pelaksanaannya.
Kenyataan ini sebenarnya merupakan prospek e-bisnis yang sangat besar untuk
digarap, karena terbukti bahwa mereka yang mampu membantu perusahaan untuk
dapat secara efektif bertransformasi ke konsep e-bisnis akan dipercaya oleh
manajemen dalam mengembangkan konsep tersebut di perusahaannya. Artinya,
peluang besar akan diperoleh oleh perusahaan yang memiliki pendekatan dan
metodologi e-bisnis yang sesuai dengan tantangan sosiologis yang terdapat pada
perusahaan-perusahaan tradisional.
Selain
itu dari segi bisnis proses, Eko Indrajit dalam Sugi (2010) menjelaskan sekian
banyak perusahaan e-bisnis yang berkembang di tanah air, terbukti bahwa
perusahaan yang sukses ternyata diraih oleh mereka yang mampu menggabungkan
konsep traditional physical value chain (rangkaian proses bisnis konvensional)
dengan virtual value chain (rangkaian proses bisnis virtual). Di mata pelanggan
e-bisnis, ada tiga alur yang sangat penting, yaitu alur produk atau barang yang
dibeli, alur informasi dokumen jual-beli, dan alur pembayaran transaksi. Alur
produk atau barang biasanya ditangani oleh rangkaian proses bisnis konvensional
(gudang dan distribusi), sementara untuk alur informasi dan pembayaran
ditangani secara virtual (melalui internet). Agar sukse, perusahaan harus
handal dalam menangani ketiga alur entiti tersebut. Prospek besar tersedia bagi
mereka yang memiliki produk atau jasa berkaitan dengan penggabungan traditional
physical value chain dengan virtual value chain seperti yang dikemukakan di
atas.
Dengan
berpegang pada prinsip bahwa e-bisnis berkaitan erat dengan serangkaian aktivitas
pencarian laba finansial (wealth maximization), maka pemerintah Indonesia akan
mengikuti negara-negara maju lainnya dalam menerapkan prinsip-prinsip
pengaturan (regulasi) e-bisnis yang kondusif. Seperti yang terjadi di
Indonesia, e-bisnis akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pelaku bisnis
yang mayoritas dipegang oleh industri swasta. Karena mekanisme peraturan akan
sangat bergantung dan ditentukan oleh mayoritas pelaku bisnis, maka
perusahaan-perusahaan yang sejauh ini bergantung pada perlindungan pemerintah
harus mulai merubah strateginya. Dalam sebuah arena dimana peraturan akan
ditentukan oleh pasar (self regulated market), maka peluang sukses terbesar
hanya akan dimiliki oleh perusahaan-perusahaan e-bisnis yang benar-benar
memiliki keuggulan kompetitif (competitive advantage) dibandingkan dengan para
pesaingnya.
Aspek
terakhir yang tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan adalah kenyataan
bahwa e-bisnis baru dapat berkembang jika komponen-komponen lain dalam
lingkungan sistem e-bisnis turut tumbuh dan berkembang secara serentak. Apalah
artinya sebuah komunitas internet yang besar dan kebutuhan transaksi eCommerce
yang tinggi misalnya, namun tidak dibarengi dengan kesiapan infrastruktur,
ketersediaan hukum, dan jaminan keamanan yang memadai bagi para pelaku
e-bisnis. Dengan kata lain, kesempatan berbisnis masih terbuka lebar bagi
mereka yang dapat menutupi kepincangan-kepincangan perkembangan sistem e-bisnis
secara keseluruhan ini, terutama yang menyangkut mengenai infrastruktur dan
suprastruktur e-bisnis di Indonesia.
3.2
Penerapan E-Bisnis di Indonesia
Beberapa
perusahaan BUMN sudah mulai menerapakan e-bisnis di Indonesia untuk
meningkatkan daya saingnya, antara lain:
PT.
Pos Indonesia yang memiliki bentuk layanan yaitu : Electronic Postal Service
(ePostal), Limited Communication Technology Services (eCom), Internet Content
Dan Messaging Services, dan Community Acces Point (Warung Masif).
Bank
Central Asia (BCA), Program sentralisasi sistem komunikasinya didukung oleh
sistem telekomunikasi VSAT dan transponder. Dalam pembenahan ini, BCA meminta
bantuan Accenture (dulu Andersen Consulting). Buahnya kini, sekitar 789 cabang
sudah terintegrasi sistem TI-nya, dilengkapi dengan sekitar 2 ribu jaringan ATM
yang memanfaatkan fasilitas VSAT.
Merpati
Nusantara Airlines, Merpati kini memiliki Merpati Internet Reservation Access
(MIRA) yang memungkinkan pelanggannya dapat melakukan reservasi setiap saat
tanpa harus datang ke kantor Merpati. Untuk kebutuhan internal, Merpati akan
membangun sistem terintegrasi yang menghubungkan antara bagian, seperti
penjualan, promosi, pemasaran dan keuangan. Sementara eksternal selain akan
dikembangkan layanan reservasi online, Merpati juga berminat mengembangkan
e-Ticketing dan e-Payment.
Garuda
Indonesia juga memanfaatkan Internet untuk membangun situsnya yang memuat
informasi baik berupa profile perusahaan maupun paket-paket wisata yang
ditawarkannya. Pihak manajemen juga sedang mempersiapkan sistem online
reservation yang akan disertakan dalam situs tersebut. Disamping itu, Garuda
memanfaatkan Internet untuk dapat memperoleh umpan balik dari para konsumennya
dengan menyediakan menu khusus yang diberi nama Feedback. Harapannya, melalui
sistem itu, terjalin komunikasi aktif antara konsumen dengan pihak manajemen
Garuda.
3.3.
Kebijakan E-Business
Kegagalan
pola pembangunan ekonomi yang bertumpu pada konglomerasi usaha besar telah
mendorong para perencana ekonomi untuk mengalihkan upaya pembangunan pada
ekonomi kerakyatan dengan bertumpu pada pemberdayaan usaha kecil dan menengah
(small and medium enterprises atau SME). Telah terbukti bahwa SME cukup tangguh
menghadapi tantangan selama krisis karena luwes dalam merespon keinginan pasar,
sehingga pengembangan perdagangan berbasis TI (E-business) harus pula
difokuskan untuk pelaku pasar pada segmen tersebut. Untuk itu perlu dibuat
kerangka kebijakan dan regulasi yang mengatur E-business.
Kebijakan
Perangkat
hukum untuk e-commerce
Ketentuan
mengenai perikatan-perikatan khusus
Ketentuan
mengenai informasi sebagai objek perdagangan
Jenis
dan cara pemungutan pajak
Perlindungan
konsumen
Industri
penyelenggara jasa penunjang e-commerce
Larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
Bank,
asuransi, pasar modal, dan lembaga keuangan lain
Badan
usaha milik negara, Perusahaan, koperasi, dan subjek perdata lain
Notaris,
Otoritas sertifikasi, dan lembaga pengesahan lain
Hak
cipta dan Hak milik industrial
Cara
penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran yang ada dalam praktek perdagangan
elektronik
Transparansi
dalam pelayanan, peraturan, dan persyaratan
Pertukaran
dan pemrosesan data bisnis secara elektronik
Dokumen
Perusahaan
Keamanan
pertukaran data (tanda tangan digital)
Kekuatan
pembuktian data elektronik
Kebijakan
kepastian hukum bagi SME dan masyarakat konsumen dalam Ebusiness. Kebijakan
dalam pemanfaatan sumber informasi bagi SME baik di pusat maupun di daerah.
Kebijakan yang mengatur pemrosesan dokumen secara elektronis (perijinan,
kewajiban pajak, dan lainnya). Kebijakan mengenai etika perdagangan secara
elektronis. Kebijakan untuk melindungi informasi pribadi
Kebijakan
untuk melindungi kekayaan intelektual. Kebijakan mengenai kebebasan bicara,
censorship, offensiveness melalui internet. Kebijakan mengenai perpajakan.
Kebijakan mengenai enkripsi. Kebijakan mengenai pembuatan kontrak melalui media
elektronis. Kebijakan mengenai perjudian melalui media elektronis. Kebijakan
perlindungan konsumen dan produsen dalam e business.
Kebijakan
mengenai perusahan multinasional
Peraturan
a.
Peraturan tentang jual beli informasi (commercial law).
b.
Peraturan pemanfaatan teknologi informasi dalam e-business (cyber law)
c.
Peraturan pengembangan security system (national security, personal security).
d.
Peraturan mengenai mekanisme e-bisnis, dan tele-bisnis.
e.
Peraturan mengenai pelanggaran hak cipta.
f.
Peraturan mengenai pelanggaran hak individu.
g.
Peraturan mengenai kejahatan yang dilakukan melalui komputer
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
E-bisnis merupakan sistem yang terintegrasi antara sistem front office dan back
office, dan merupakan sistem yang menjalankan praktek bisnis day-to-day seperti
produksi, pemasaran, administrasi, research dan development, customer
relationship, dan pengambilan keputusan manajerial. Penerapan e-bisnis
sesungguhnya merupakan peluang yang baik secara teknis bagi pengusaha kecil dan
menengah. Namun di Indonesia hal ini masih harus menjadi pertimbangan yang
matang karena kondisi kebijakan Indonesia masih belum berpihak pada skala usaha
kecil dan menengah, sehingga cukup beresiko. Indonesia meskipun dari segi
kesiapan memasuki pasar digital masih belum kondusif bagi pelaku luar negeri
namun masih menjanjikan bagi para pelaku e-bisnis dalam negeri, karena
permasalahan e-bisnis di Indonesia lebih banyak dipengaruhi faktor sosial,
budaya dan kebijakan dibandingkan faktor teknis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar